Oleh : Marwan Aziz*
Sabtu lalu (28/12/2024), saya dan keluarga akhirnya kembali mengunjungi Taman Mini Indonesia Indah (TMII) setelah sekian lama tak ke sana. Sebagai salah satu ikon wisata Jakarta, TMII selalu menjadi destinasi menarik untuk menikmati ragam budaya Indonesia. Namun, kunjungan kali ini memberikan pengalaman yang cukup berbeda—dan sayangnya, penuh tantangan.
Salah satu perubahan signifikan yang kini diterapkan di TMII adalah larangan masuk kendaraan pribadi ke area inti kecuali yang menggunakan kendaraan listrik. Pengunjung hanya diperbolehkan memarkir kendaraan mereka di gedung parkir, kemudian melanjutkan perjalanan ke area dalam menggunakan shuttle bus yang disediakan pengelola.
Secara teori, ini adalah langkah positif untuk mengurangi emisi kendaraan dan menciptakan ruang publik yang lebih ramah lingkungan. Tetapi, kenyataan di lapangan masih jauh dari harapan.
Menunggu Shuttle Bus: Sebuah Ujian Kesabaran
Kami harus menunggu hampir setengah jam di depan gedung parkir sebelum akhirnya shuttle bus datang. Ironisnya, selama waktu tersebut, beberapa bus terlihat lalu lalang tanpa mengambil penumpang dengan alasan “sedang menuju bengkel”. Hal ini tentu saja mengecewakan, apalagi kondisi saat itu sedang hujan. Beberapa pengunjung bahkan memutuskan kembali ke mobil mereka dan meninggalkan TMII lebih awal.
Seorang pengunjung berkomentar, “Lebih enak zaman dulu karena bisa muter-muter di TMII pakai mobil pribadi. Kalau sekarang repot, mesti antre lama untuk shuttle bus, apalagi kalau musim hujan begini.” Keluhan ini menjadi bukti bahwa pengelola TMII perlu segera memperbaiki sistem transportasi internal mereka. Penumpukan kendaraan di depan gedung parkir, meski berada di luar area inti TMII, tetap memproduksi emisi yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas udara di sekitarnya termasuk areal inti TMII.
Mempertimbangkan Kebutuhan Pengunjung
TMII pada dasarnya adalah destinasi wisata yang bertujuan memberikan pengalaman edukasi dan rekreasi bukan areal olaraga, sebagaimana yang dikemukan pengelolanya sebagai dalih pembenaran untuk membebaskan areal inti TMII dari kendaraan bermotor.
Namun, jika pengunjung harus menghabiskan waktu lebih banyak untuk menunggu transportasi daripada menikmati fasilitas di dalam, esensi utama TMII sebagai tempat wisata jadi tereduksi. Lebih parah lagi, jika pengalaman buruk ini terus terjadi, jumlah pengunjung dapat menurun, berdampak pada citra dan pemasukan pengelola.
Beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki situasi ini antara lain:
- Peningkatan Armada Shuttle Bus: Pengelola perlu menambah jumlah shuttle bus yang beroperasi, terutama di akhir pekan dan musim hujan, ketika jumlah pengunjung meningkat.
- Sistem Informasi Real-Time: Pengunjung harus diberi informasi akurat tentang jadwal dan rute shuttle bus melalui aplikasi atau layar informasi di lokasi.
- Alternatif Transportasi: Menyediakan opsi seperti sepeda listrik atau skuter untuk disewa pengunjung agar mereka lebih fleksibel menjelajahi area TMII.
- Pengelolaan Emisi: Selain mengurangi kendaraan di dalam area inti, pengelola juga perlu memikirkan dampak emisi di area parkir dan memastikan solusi holistik untuk lingkungan hidup.
- Mobil Pribadi Diperbolehkan Masuk : Mobil Pribadi kembali dibolehkan masuk ke areal inti TMII seperti dulu sebagaimana disarankan sejumlah pengunjung, sehingga ini bisa mengurangi penumpakan kendaraan di areal parkir luar dan penumpakan pengunjung di pintu depan.
Refleksi untuk Masa Depan
TMII adalah ruang publik yang memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata modern sekaligus ramah lingkungan. Namun, pengelola harus memahami bahwa konsep keberlanjutan tidak hanya soal mengurangi emisi atau menciptakan zona bebas kendaraan, tetapi juga memastikan kenyamanan pengunjung. Lingkungan hidup tidak hanya bicara per spot, melainkan juga tentang ekosistem yang saling terhubung.
Dalam konteks ini, pengalaman wisata yang buruk dapat berujung pada efek negatif lain, seperti penurunan jumlah pengunjung, emisi tambahan akibat kendaraan yang kembali keluar, hingga penurunan minat masyarakat untuk mendukung langkah-langkah ramah lingkungan.
TMII adalah kebanggaan Indonesia. Mari kita jadikan TMII bukan hanya sebagai destinasi wisata, tetapi juga contoh nyata bahwa pengelolaan ruang publik dapat dilakukan dengan prinsip ramah lingkungan sekaligus mengutamakan kenyamanan masyarakat. Sebab, perubahan hanya akan berhasil jika melibatkan kebutuhan semua pihak, termasuk pengunjung yang menjadi elemen utama keberlangsungan tempat wisata ini.***
*Penulis adalah Founder Mediajakarta.com dan Sekjen Greenpress Indonesia