COSTA 2024 FT UMJ

Mengungkap Pemanasan Global dari Sisi Arsitektur

Indeks Indonesia Jakarta News Terkini

JAKARTA, MEDIA JAKARTA.COM – Permasalahan terkait perubahan iklim dan lingkungan merupakan permasalahan yang menarik untuk diteliti. Pemanasan global yang disinyalir sebagai penyebab timbulnya perubahan iklim sering diartikan sebagai fenomena peningkatan suhu rata-rata di permukaan bumi.

Tim peneliti dan koordinator rumpun mata kuliah keilmuan teori, kritik, dan sejarah arsitektur Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta, Anisa menjelaskan, perubahan iklim merupakan dampak yang dirasakan semua orang akibat dari pemanasan global tersebut. Di bidang arsitektur, muncul green building atau arsitektur hijau untuk menjawab permasalahan tersebut. Pada perkembangannya dikenal pula beberapa konsep yang berimpit dan berkaitan dengan arsitektur hijau, antara lain arsitektur zero carbon, arsitektur surya pasif, arsitektur hemat energy, dan beberapa konsep lainnya.

Prodi Arsitektur FT UMJ memandang penting untuk mengangkat isu ini pada penelitian mahasiswa yang dipresentasikan pada acara Colloquium Seminar Tugas Akhir (COSTA) 2024, yang berlangsung pada 6 Februari lalu.

Sebanyak 9 penelitian dari total 46 penelitian yang dihasilkan mahasiswa mengangkat konsep arsitektur hijau, arsitektur zero karbon, arsitektur ekologi, arsitektur bioklimatik, IHC, dan arsitektur surya pasif. Bangunan yang dijadikan studi kasus penelitian juga beragam, antara lain kantor, fasilitas pendidikan, hunian vertikal, dan galeri.

Hasil dari penelitian tersebut, Anisa berharap, dapat menambah wawasan keilmuan dan memberi masukan pada desain arsitektur. Misalnya dari penelitian tentang zero karbon pada kasus bangunan perkantoran, yang diteliti oleh Muhammad Rizki Fadil Mahasiswa semester VII FT UMJ, didapatkan kesimpulan mengenai efisiensi energi, energi terbarukan, bahan ramah lingkungan, pemilihan lokasi, dan desain termal pasif.

Dalam penelitian Rizki, terungkap bahwa efisiensi energi, dapat ditempuh dengan optimalisasi energy bangunan termasuk pemilihan material hemat energi, dan desain cahaya alami pada bangunan. Sementara energy terbarukan dapat diupayakan dengan menggunakan energi yang tersedia di alam dan dapat digunakan terus-menerus.

“Misalnya menggunakan panel surya, turbin angin kecil, dan sistem energi terbarukan lainnya untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan energi gedung. Dari penggunaan bahan ramah lingkungan, misalnya dengan bahan daur ulang, atau bahan dengan jejak karbon rendah,” ujar Anisa.

Menurut Anisa, pemilihan lokasi bangunan yang meminimalkan dampak lingkungan juga salah satu dari prinsip zero carbon. Memilih lokasi yang dekat dengan transportasi umum, menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan, dan mempertimbangkan penggunaan kembali lahan.

Prinsip terakhir yaitu desain termal pasif, dengan memanfaatkan kondisi iklim setempat.

“Orientasi bangunan untuk memaksimalkan cahaya alami dan meminimalkan pemanasan dan pendinginan buatan ialah salah satu upaya untuk menjadikan konsep zero carbon pada bangunan,” unkap Anisa.

Mahasiswa lainnya, Lutpi Alfian Firdaus, melakukan penelitian arsitektur surya pasif pada bangunan perkantoran. Secara prinsip, arsitektur surya pasif merupakan suatu konsep yang mengedepankan pemanfaatan energi matahari baik secara langsung maupun secara tidak langsung kedalam bangunan secara maksimal, dimana elemen-elemen ruang arsitektur yang berfungsi sebagai suatu sistem surya aktif maupun sistem surya pasif.

Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui penghematan energy matahari secara pasif, yaitu tanpa mengubah energi matahari menjadi energi listrik.

“Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan seorang arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya yang mampu mengantisipasi permasalahan iklim luar,” tutur Anisa.

Anisa menambahkan, bahwa dalam perancangan pasif di wilayah tropis basah seperti Indonesia umumnya dilakukan untuk mengupayakan bagaimana pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan cahayanya dan menepis panasnya.

Arsitektur surya pasif memiliki konsep yang di bagi menjadi tiga bagian, yaitu sistem pemanasan, pendinginan,dan pencahayaan yang dapat di terapkan pada bangunan perkantoran.

“Dengan menerapkan konsep arsitektur surya pasif pada bangunan perkantoran mampu merespons terhadap kondisi iklim di sekitarnya. Sehingga dapat mempengaruhi kualitas kenyamanan pengguna di dalam ruang kantor,” Anisa menandaskan. (wal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *