Membaca Tren Permasalahan Anak di DKI Jakarta Menggunakan Data Terbuka

Headline Indeks Jakarta News Terkini

Jekson Simanjuntak

JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM — Indonesia merupakan negara yang memiliki komitmen besar terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Komitmen tersebut dibuktikan dalam berbagai hal, baik aspek regulasi, kelembagaan, program dan sejumlah upaya lain.

Masuknya aspek perlindungan anak dalam konstitusi, terbitnya sejumlah regulasi terkait perlindungan anak, beragamnya kelembagaan terkait anak serta semakin masifnya kebijakan dan program terkait perlindungan anak, telah meneguhkan betapa spirit pemajuan perlindungan anak di Indonesia semakin baik.

Hanya saja, sejumlah permasalahan yang melibatkan anak masih terus terjadi di tanah air, termasuk di DKI Jakarta. Berdasarkan data terbuka yang diterbitkan Pemerintah Provinsi atau Pemprov DKI Jakarta sejak tahun 2017 hingga 2019, sejumlah persoalan, seperti: anak yang bersekolah/berpendidikan, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A, anak disabilitas, anak jalanan, anak terlantar, anak korban narkoba, anak dengan HIV/AIDS, anak adopsi, anak berhadapan dengan hukum, hingga anak berkebutuhan khusus masih kerap terjadi.

Dari data tersebut, tren yang menyangkut permasalahan anak sangat mungkin terjadi. Baik tren peningkatan atau pun menurunan dari kasus-kasus yang menyangkut anak. Tren tersebut merupakan hasil analisis data terbuka yang bisa diakses publik secara gratis dari laman https://data.jakarta.go.id/.

Di laman tersebut dijelaskan bahwa data diterbitkan secara berkala, yakni enam bulan sekali dengan cakupan wilayah seluruh Provinsi DKI Jakarta. Sejauh ini data terakhir yang tersedia baru sampai di tahun 2019.

Juni 2019

Data anak dengan permasalahan Bulan Juni Tahun 2019 dibuat pada tanggal 02 Juli 2019. Data berisi mengenai Data Anak Dengan Permasalahan di Provinsi DKI Jakarta. Adapun penejelasan variabelnya terdiri dari  tahun, bulan, wilayah, kota, jenis permasalahan dan jumlah.

Di tahun 2019, data anak dengan permasalahannya disusun sebanyak dua kali, yakni di bulan Juni dan bulan Desember. Data tersebut berisikan mengenai Data Anak Dengan Permasalahan di Provinsi DKI Jakarta.

Setelah diunduh, data anak dengan permasalahan di bulan Juni tahun 2019 hadir dalam format Comma Separated Values (CSV) yaitu file teks biasa yang berisi daftar data. File ini terkadang disebut Character Separated Values atau Comma Delimited files.

File CSV sering digunakan untuk bertukar data antara aplikasi yang berbeda. Pada umumnya file CSV menggunakan karakter koma untuk memisahkan (atau membatasi) antar data, tetapi terkadang menggunakan karakter lain, seperti titik koma.

Bermodalkan file CSV pemindahan data dapat dilakukan dari satu sistem ke sistem lainnya secara lebih mudah, tanpa melakukan input manual satu-persatu. Caranya dengan membuka laman google, lalu tekan tombol google apps (bentuk sembilan titik di sebelah kanan, dekat akun) dan pilih sheet yang merupakan singkatan dari google spreadsheet.

Langkah berikutnya adalah klik blank document yang menandai dimulainya spreadsheet yang baru.

Setelah new spreadsheet diklik, dilanjutkan dengan penamaan file. Pada bagian ini, sesuai data, penamaannya adalah “Permasalahan Anak 2019”. Selanjutnya, klik file, lalu pilih import.

Kegiatan import data dimulai dari fitur upload, dimana file yang dimaksud akan diunduh ke dalam spreadsheet. Sesuai tujuan, file yang dipilih adalah data-anak-dengan-permasalahan-bulan-juni-tahun-2019.csv.

Langkah berikutnya adalah mengimpor data berformat CSV agar bisa terbaca di spreadsheet. Juga perlu dipastikan lokasi penempatan dari file yang akan diimpor tersebut.

Sesaat kemudian, tampilan google spreadsheet akan terlihat seperti dibawah ini. Data berformat CSV yang sebelumnya dibatasi oleh tanda koma, kini terbagi atas baris dan kolom. Masing-masing nilai dikelompokan berdasarkan kategori tertentu.

File yang baru diimpor diberi nama “Data Asli Juni 2019”. Data asli sebaiknya tidak diutak-atik. Karena jika dibutuhkan, file tersebut masih bisa di copy di sheet (lembaran) berikutnya.

Untuk kepentingan analsis, data asli di copy pada sheet berikutnya. Hal itu diperlukan sebagai pembeda untuk masing-masing file. Oleh karena itu, penamaannya “copy Data Asli Juni 2019”.

Data tersebut dicek satu persatu, lalu dirapikan sehingga menjadi data yang bersih. Artinya, tidak ada nama file yang salah atau pun penulisan angka yang keliru. Pembersihan data membutuhkan kehati-hatian dan ketelitian.

Tata letak juga perlu diperhatikan agar terlihat rapi. Di beberapa kegiatan pembersihan data, sortasi dan filtering terkadang dibutuhkan. Namun pada data ini, hal itu tidak diperlukan, karena semua sudah tersusun rapi.

Analisis Data Juni 2019

Setelah pembersihan data dilakukan, pilihan berikutnya adalah melakukan analisis data untuk menjawab sejumlah pertanyaan penting, seperti:

  1. Bagaimana komposisi kasus permasalahan anak di masing-masing wilayah di DKI Jakarta?
  2. Wilayah mana yang memiliki jenis permasalahan anak terbanyak dan wilayah mana yang paling sedikit?
  3. Jenis permasalahan apa yang paling menonjol di masing-masing wilayah di DKI Jakarta?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, fasilitas “Pivot Table” digunakan. Caranya dengan mem-blok semua Data Bersih-2, kemudian pilih Insert dan klik Pivot Table. Pivot Table merupakan salah satu fitur yang terdapat pada Google Spreadsheet yang memungkinkan penggunanya mengambil informasi dari kumpulan data dalam jumlah besar.

Selain itu, fitur Pivot kerap digunakan untuk mengelompokkan atau meringkas suatu data. Tak hanya itu, Pivot Table digunakan untuk membuat rangkuman, menganalisa, eksplorasi data, dan mempresentasikannya dalam waktu singkat.

Langkah berikutnya Create pivot table. Agar untuk memudahkan, Pivot Table ditempatkan pada sheet baru. Setelah itu, klik tombol Create.

Tampilan selanjutnya muncul keterangan berupa: add rows, add columns, add values atau add filters. Menu-menu tersebut akan digunakan untuk menjawab sejumlah pertanyaan yang telah ditentukan.

Langkah pertama, klik Add Rows (baris) untuk membentuk skema yang diinginkan. Berhubung pertanyaannya adalah menghitung komposisi permasalahan anak di masing-masing wilayah di DKI Jakarta, maka acuan pada elemen baris (rows) adalah “wilayah”. Sejumlah daftar wilayah, mulai dari Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu akan muncul sebagai item penentu dalam penghitungan.

Setelah itu, klik Add Rows lalu pilih kategori “jenis_permasalahan”. Tampilan akan berubah, karena semua item yang masuk kategori “jenis_permasalahan” segera tampil dilayar.

Item-item, seperti anak yang bersekolah/berpendidikan, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A, anak disabilitas, anak jalanan, anak terlantar, anak korban narkoba, anak dengan HIV/AIDS, anak adopsi, anak berhadapan dengan hukum, hingga anak berkebutuhan khusus akan muncul di sebelah kanan kategori “wilayah”.

Lalu untuk menghitung angka dari masing-masing kategori “jenis_permasalahan”, di bagian Add Values klik kategori “jumlah”. Jenis permasalahan anak akan dihitung secara otomastis.

Untuk wilayah Jakarta Barat, jumlah dari permasalahan yang dialami anak sebanyak 177.067 kasus, Jakarta Pusat 208.480 kasus, Jakarta Selatan 174.719 kasus, Jakarta Timur 245.864 kasus, Jakarta Utara 12.697 kasus dan Kepulauan Seribu sebanyak 2.413 kasus. Jika dijumlahkan, total permasalahan yang dialami anak di Jakarta pada Juni 2019 sebanyak 821.240 kasus.

Dari sini terlihat bahwa permasalahan anak terbanyak di bulan Juni 2019 terjadi di Jakarta Timur dengan 245.864 kasus, disusul Jakarta Pusat 208.480 kasus dan Jakarta barat 177067 kasus. Wilayah dengan kasus terkecil ada di Kepulauan Seribu 2.413 kasus.

Untuk menjawab pertanyaan berikutnya tentang jenis permasalahan anak terbanyak di DKI Jakarta, Pivot Table kembali digunakan. Caranya sama, yakni blok area yang berasal dari “Data Bersih” lalu klik Pivot Table dan penamaannya sebagai Pivot Table 2.

Dari rangkuman diatas terlihat bahwa permasalahan anak terbanyak adalah anak yang bersekolah/ berpendidikan dengan 67.2621 kasus, disusul anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 128.411 kasus dan anak berkebutuhan khusus 12.473 kasus.

Adapun jenis permasalahan anak paling sedikit, yaitu anak adopsi, anak berhadapan dengan hukum, anak dengan HIV/AIDS dan anak korban narkoba yang nilainya ‘nol’ kasus. Ini menunjukkan, selama periode Juni 2019, tidak ditemukan jenis permasalahan anak tersebut di DKI Jakarta.

Berikutnya untuk menjawab pertanyaan tentang jenis permasalahan yang paling menonjol di masing-masing wilayah di DKI Jakarta selama periode Juni 2019. Caranya menggunakan Pivot Table yang diberi nama Pivot Table 3.

Dari analisis Pivot terlihat bahwa wilayah Jakarta Barat memiliki total permasalahan anak sebanyak 177.067 kasus. Angka tersebut berasal dari anak yang bersekolah/berpendidikan 174.094 kasus. Kemudian anak berkebutuhan khusus 2.488 kasus, anak jalanan 246 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 132 kasus, dan anak disabilitas 107 kasus.

Di Jakarta Pusat, jenis permasalahan anak tertinggi adalah anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A sebanyak 124.614 kasus. Kemudian anak yang bersekolah/berpendidikan 82.245 kasus dan anak berkebutuhan khusus 1397 kasus.

Di Jakarta Selatan, jenis permasalahan anak yang paling menonjol adalah anak yang bersekolah/berpendidikan sebanyak 170.943 kasus, anak berkebutuhan khusus 3.316 kasus, dan anak jalanan 340 kasus.

Di Jakarta Timur, jenis permasalahan anak terbanyak adalah anak yang bersekolah/berpendidikan dengan 241.429 kasus, anak berkebutuhan khusus 3.535 kasus, dan anak jalanan 794 kasus.

Di Jakarta Utara, jenis permasalahan anak tertinggi adalah anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A dengan 3.535 kasus, anak disabilitas 3.316 kasus, dan anak jalanan 2.488 kasus.

Di Kepulauan Seribu, jenis permasalahan anak terbanyak adalah anak yang bersekolah/berpendidikan dengan 2.289 kasus, anak berkebutuhan khusus sebanyak 116 kasus dan anak disabilitas 8 kasus.

Desember 2019

Data anak dengan permasalahan Bulan Desember Tahun 2019 dibuat pada tanggal 27 Desember 2019. Datanya berisi mengenai Data Anak Dengan Permasalahan di Provinsi DKI Jakarta. Adapun penjelasan variabelnya terdiri dari tahun, bulan, kota, jenis_permasalahan dan jumlah.

Sebagai langkah awal, data permasalahan anak di bulan Desember 2019 diunduh. Kemudian data berformat Comma Separated Values (CSV) disimpan di dalam folder komputer sebelum diimpor ke google spreadsheet.

Setelah diimpor, data ditempatkan pada “sheet 4”. Untuk memudahkan proses selanjutnya, penamaan “sheet 4” diganti menjadi “Data Asli Desember 2019”.

Semua item dari “Data Asli Desember 2019” di-copy ke sheet berikutnya. Penamaannya menjadi “copy Data Asli Desember 2019”. Data kemudian di pindahkan lagi ke sheet baru dan diberi nama “Data Bersih_2”.

Analisis Data Desember 2019

Sama seperti penghitungan data di Bulan Juni 2019, di Desember 2019 juga demikian. Data-data tersebut diolah dan analisis  untuk menjawab sejumlah pertanyaan:

  1. Seperti apa komposisi jumlah kasus permasalahan anak di masing-masing wilayah di DKI Jakarta?
  2. Wilayah mana yang memiliki kasus jenis permasalahan anak terbanyak dan wilayah mana yang paling sedikit?
  3. Jenis permasalahan apa yang paling menonjol di masing-masing wilayah di DKI Jakarta?

Untuk menjawab hal diatas, fasilitas “Pivot Table” kembali digunakan. Caranya, blok semua “Data Bersih_2”, kemudian pilih Insert dan klik Pivot Table.

Dari Pivot Table diketahui jumlah total permasalahan anak di DKI Jakarta pada Desember 2019 sebanyak 3.097 kasus. Adapun komposisi berdasarkan wilayah, sebagai berikut; Jakarta Barat dengan 471 kasus, disusul Jakarta Pusat 286 kasus, Jakarta Selatan 492 kasus, Jakarta Timur 1082 kasus, Jakarta Utara 758 kasus dan Kepulauan Seribu 8 kasus. Angka ini jauh berbeda jika dibandingkan pada Juni 2019.

Adapun wilayah yang memiliki jenis permasalahan anak terbanyak pada Desember 2019 berasal dari anak disabilitas sebanyak 2.205 kasus, lalu anak yang bersekolah/ berpendidikan 630 kasus, dan anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 262 kasus.

Sementara anak Adopsi, anak berhadapan dengan hukum, anak berkebutuhan khusus, anak dengan HIV/AIDS, anak jalanan, anak korban narkoba memiliki ‘nol’ kasus. Artinya, tidak ditemukan jenis permasalahan anak tersebut di DKI Jakarta. Ini sekaligus menjawab tentang komposisi terendah dari jenis permasalahan anak di Jakarta pada Desember 2019.

Berikutnya, untuk menjawab pertanyaan tentang jenis permasalahan yang paling menonjol di masing-masing wilayah di DKI Jakarta selama periode Desember 2019, ditemukan bahwa Jakarta Barat memiliki 471 kasus. Adapun jenis permasalahan anak meliputi; anak disabilitas 246 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 107 kasus, dan anak yang bersekolah/berpendidikan 118 kasus.

Di Jakarta Pusat, jenis permasalahan anak yang terbanyak adalah anak disabilitas dengan 195 kasus, anak yang bersekolah/berpendidikan 62 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 29 kasus.

Di Jakarta Selatan, jenis permasalahan anak tertinggi adalah anak disabilitas sebanyak 340 kasus, anak yang bersekolah/berpendidikan 98 kasus dan anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 54 kasus.

Di Jakarta Timur, jenis permasalahan anak terbanyak meliputi; anak disabilitas 794 kasus, anak yang bersekolah/berpendidikan 246 kasus dan anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 42 kasus.

Di Jakarta Utara, jenis permasalahan anak yang paling menonjol adalah anak disabilitas dengan 630 kasus, anak yang bersekolah/berpendidikan 106 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 22 kasus.

Sementara di Kepulauan Seribu, jenis permasalahan anak terbanyak adalah anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A dengan 8 kasus.

Pertanyaan berikutnya tentang jenis permasalahan yang mendominasi kasus-kasus anak di DKI Jakarta sepanjang tahun 2019 dapat diketahui dengan Pivot Table. Namun sebelumnya, data Juni 2019 digabung dengan Desember 2019.

Dari penggabungan data diketahui jumlah total jenis permasalahan anak di DKI Jakarta selama satu tahun (2019) sebanyak 824.337 kasus.

Secara detil, jenis permasalahan yang dialami anak di Jakarta Barat sebanyak 177.538 kasus, Jakarta Pusat 208.766 kasus, Jakarta Selatan 175.211 kasus, Jakarta Timur Total 246.946 kasus, Jakarta Utara 13.455 kasus dan di Kepulauan Seribu sebanyak 2.421 kasus.

Untuk mengetahui jumlah terbanyak dari jenis permasalahan yang dialami anak selama tahun 2019, penghitungannya menggunakan Pivot Table. Hasilnya, anak yang bersekolah/berpendidikan didapati 673.251 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 128.673 kasus, anak berkebutuhan khusus 12.473 kasus, anak disabilitas 5.761 kasus, anak jalanan 4.063 kasus dan anak terlantar 116 kasus.

Tahun 2018

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Biro Kesejahteraan Sosial membuat data set berjudul Data Anak dengan Permasalahan Tahun 2018. Data berisi mengenai data anak dengan permasalahannya di Provinsi DKI Jakarta. Data dibuat pada18 Januari 2018 dan diperbarui pada 20 Januari 2020.

Di bagian keterangan disebutkan, data diolah dari berbagai sumber dengan frekuensi penerbitan 6 bulan Sekali. Adapun variabelnya berisikan tahun, bulan, kota, jenis_permasalahan dan jumlah .

Juni 2018

Data Anak Dengan Permasalahan Per Juni Tahun 2018 dibuat pada 28 Juni 2018. Data tersebut berisikan mengenai data anak dengan permasalahan di Provinsi DKI Jakarta. Adapun variabelnya terdiri atas, tahun, bulan, kota, jenis_permasalahan dan jumlah.

Sama seperti metode sebelumnya, data anak pada Juni 2018 harus diimpor terlebih dahulu sebelum dinamai “Data Asli Juni-2018”. Data kemudian dibersihkan lalu diberi nama “Data Bersih Juni 2018”.

Dari data bersih, analisis dilakukan menggunakan Pivot Table untuk mencari tahu jumlah jenis permasalahan yang dialami anak pada Juni 2018 berdasarkan wilayah.

Akhirnya di Jakarta Barat diketahui angka permasalahan anak sebanyak 4.737 kasus, Jakarta Pusat 1.919 kasus, Jakarta Selatan 8.843, Jakarta Timur 3.621, Jakarta Utara 12.655 dan Kepulauan Seribu 78 kasus. Secara total, jumlahnya 31.853 kasus.

Kemudian, jenis permasalahan anak pada Juni 2018  dapat diketahui. Sepanjang bulan itu, kasus anak putus sekolah merupakan peristiwa yang mendominasi. Angkanya 17.390 kasus. Setelahnya, peristiwa anak terlantar (non panti) 8.760 kasus, anak terlantar (panti) 2440 kasus, anak jalanan 2.205 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 730 kasus dan anak disabilitas 328 kasus.

Desember 2018

Data Anak Dengan Permasalahan Per Desember 2018 dibuat pada 20 Desember 2018. Data set tersebut berisikan data anak dengan permasalahan di Provinsi DKI Jakarta. Adapun variabelnya terdiri dari tahun, bulan, kota, jenis_permasalahan dan jumlah.

Meniru metode sebelumnya, data Desember 2018 diimpor terlebih dahulu sebelum diberi nama “Data Asli Desember-2018”. Data kemudian dibersihkan lalu dinamai “Data Bersih Desember 2018”.

Setelah itu, pertanyaan tentang jumlah permasalahan yang dialami anak pada Juni 2018 berdasarkan wilayah dapat dijawab. Untuk Jakarta Barat diketahui jumlahnya 374.118 kasus, Jakarta Pusat 321.372 kasus, Jakarta Selatan 629.427 kasus, Jakarta Timur 862.784 kasus, Jakarta Utara 513.979 kasus dan Kepulauan Seribu 78 kasus. Secara total, jumlah permasalahan anak mencapai 14.800 kasus.

Lalu untuk menjelaskan komposisi dari jenis permasalahan anak yang terjadi di masing-masing wilayah di Jakarta, pada Juni 2018, ditemukan kasus anak yang bersekolah/berpendidikan merupakan peristiwa terbanyak. Angkanya 2.641.230 kasus. Kemudian anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 74.519 kasus, anak berhadapan dengan hukum 323 kasus, anak disabilitas 293 kasus dan anak jalanan dan terlantar 115 kasus.

Selanjutnya, untuk mencari tahu jenis permasalahan yang mendominasi kasus-kasus anak di DKI Jakarta sepanjang tahun 2018, maka data Juni dan Desember 2018 digabungkan.

Hasilnya, didapati angka 2.748.333 kasus selama periode 1 tahun (2018). Secara detil, jenis permasalahan yang dialami anak di Jakarta Barat sebanyak 378.855 kasus, Jakarta Pusat 323.291 kasus, Jakarta Selatan 638.270 kasus, Jakarta Timur 866.405 kasus, Jakarta Utara 526634 kasus dan Kepulauan Seribu 14.878 kasus.

Adapun jenis permasalahan anak di sepanjang tahun 2018 di DKI Jakarta terdiri dari anak putus sekolah sebanyak 2.658.620 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 75.249 kasus, anak terlantar 9.690 kasus, anak jalanan 2.320 kasus, anak terlantar 1510 kasus, anak disabilitas 621 kasus, dan anak berhadapan dengan hukum 323 kasus.

Tahun 2017

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Biro Kesejahteraan Sosial membuat data set berjudul  Data Anak Dengan Permasalahan Tahun 2017. Data tersebut berisi data anak dengan permasalahannya di Provinsi DKI Jakarta. Data dibuat pada 06 Januari 2020 dan diperbarui pada 20 Januari 2020.

Pada bagian keterangan disebutkan, data diolah dari berbagai sumber dengan frekuensi penerbitan enam bulan Sekali. Adapun variabelnya terdiri dari tahun, bulan, kota, jenis_permasalahan dan jumlah.

Data tahun 2017, berbeda dengan dua tahun setelahnya. Frekuensi penerbitan data set dilakukan sekali dalam setahun. Data mencakup seluruh wilayah di Provinsi DKI Jakarta.

Selanjutnya data tahun 2017 diimpor, sebelum diberi nama Data Asli 2017. Data kemudian dibersihkan dan dinamai “Data Bersih 2017”.

Setelah itu, analisis menggunakan Pivot Table dilakukan. Tujuannya untuk melihat jenis permasalahan anak di masing-masing wilayah di Jakarta selama 2017.  Hasilnya, 3.093 kasus menimpa anak-anak di ibu kota.

Secara rinci, di Jakarta Barat, jenis permasalahan yang dialami anak mencapai 480 kasus, Jakarta Pusat 338 kasus, Jakarta Selatan 523 kasus, Jakarta Timur 994 kasus, Jakarta Utara 758  kasus dan Kepulauan Seribu ‘nol’ kasus. 

Angka tertinggi dari jenis permasalahan yang dialami anak sepanjang tahun 2017 terjadi pada anak jalanan dengan 2.205 kasus, anak korban kekerasan 534 kasus, anak disabilitas 328 kasus, dan anak berhadapan dengan hukum 26 kasus.

Tren Selama 3 Tahun

Komposisi Wilayah

Berdasarkan data terbuka milik Pemprov DKI yang telah dianalisis, yakni Data Anak Dengan Permasalahan Tahun 2017, Data Anak Dengan Permasalahan Tahun 2018 dan Data Anak Dengan Permasalahan Tahun 2019 terlihat jelas adanya wilayah yang memiliki jenis masalah anak terbanyak, termasuk permasalahannya.

Di tahun 2019, ragam permasalahan anak yang terjadi berjumlah 824.337 kasus. Komposisi terbanyak ada di Jakarta Timur dengan 246.946 kasus, disusul Jakarta Pusat 208.766 kasus, Jakarta Barat 177.538 kasus, Jakarta Selatan 175.211 kasus, Jakarta Utara 13.455 kasus dan Kepulauan Seribu 2.421 kasus.

Di tahun 2018, jumlah total permasalahan anak di DKI Jakarta mencapai 2.748.333 kasus. Dari angka itu, permasalahan terbanyak ada di Jakarta Barat dengan 378.855 kasus, Jakarta Pusat 323.291 kasus, Jakarta Selatan 638.270 kasus, Jakarta Timur 866.405 kasus, Jakarta Utara 526634 kasus dan di Kepulauan Seribu sebanyak 14.878 kasus.

Di tahun 2017, setelah di total, jenis permasalahan anak mencapai 3.093 kasus. Angka itu meliputi Jakarta Barat dengan 480 kasus, Jakarta Pusat 338 kasus, Jakarta Selatan 523 kasus, Jakarta Timur 994 kasus, Jakarta Utara 758  kasus dan di Kepulauan Seribu sebanyak ‘nol’ kasus.

Dari data-data diatas, tren yang terjadi selama tiga tahun (2017 – 2019) menunjukkan adanya fluktuasi. Jenis permasalahan anak terbanyak terjadi pada tahun 2018. Angka itu meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumya (2017). Sementara di tahun 2019 terjadi penurunan hampir setengahnya.

Jenis Permasalahan Anak

Dari data Biro Kesejahteraan Sosial Pemprov DKI Jakarta, ditemukan fakta bahwa permasalahan anak terbanyak di sepanjang tahun 2019 adalah anak yang bersekolah/berpendidikan dengan 673.251 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 128.673 kasus, anak berkebutuhan khusus 12.473 kasus, anak disabilitas 5.761 kasus, anak Jalanan 4.063 kasus dan anak terlantar 116 kasus.

Pada tahun 2018, permasalahan terbanyak dialami oleh anak putus sekolah dengan 2.658.620 kasus, anak korban kekerasan yang ditangani P2TP2A 75.249 kasus, anak terlantar 9.690 kasus, anak jalanan 2.320 kasus, anak terlantar 1510 kasus, anak disabilitas 621 kasus, dan anak berhadapan dengan Hukum 323 kasus.

Di tahun 2017, angka tertinggi dari jenis permasalahan anak di DKI Jakarta terjadi pada anak jalanan dengan 2.205 kasus, anak korban kekerasan 534 kasus, anak disabilitas 328 kasus dan anak berhadapan dengan hukum 26 kasus.

Berdasarkan data tersebut, permasalahan anak yang selalu timbul sejak tahun 2017 hingga 2019, meliputi; anak yang menjadi korban kekerasan. Pada tahun 2018 dan 2019 anak korban kekerasan, dikategorikan sebagai “Anak Korban Kekerasan yang ditangani P2TP2A”. Di tahun 2017 disebut sebagai “Anak Korban Kekerasan”. Selain itu, fenomena anak jalanan jumlahnya cenderung meningkat sejak tahun 2017.

Hal menarik lainnya, munculnya anak putus sekolah atau anak yang berhubungan dengan sekolah di tahun 2018 dan 2019. Pada 2018, kategorinya dikenal sebagai “Anak Putus Sekolah”, namun di 2019 menjadi “Anak yang bersekolah/berpendidikan”. Tak hanya itu, fenomena anak terlantar juga mendominasi sepanjang tahun 2018 hingga 2019.

Tak hanya itu, di tahun 2017 dan 2019 ditemukan permasalahan terkait anak disabilitas. Anak-anak dengan disabilitas masih menjadi persoalan tersendiri yang perlu dibenahi. Terbukti angkanya meningkat sejak tahun 2017.

Ragam Solusi

Meskipun komitmen negara dalam berbagai aspek semakin baik, namun permasalahan yang dialami anak sejak tahun 2017 hingga 2019 terus terjadi di Provinsi DKI Jakarta.

Sejumlah permasalahan itu, meliputi; anak korban kekerasan, anak jalanan, anak terlantar, anak putus sekolah atau yang berhubungan dengan sekolah/berpendidikan dan anak dengan disabilitas.

Andy Ardian, pemerhati anak yang juga program manager ECPAT Indonesia. (sumber: istimewa)

Aktivis perlindungan hak anak Andy Ardian mengatakan, kekerasan terhadap anak dikategorikan sebagai salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia. Oleh karena itu, masing-masing kepala negara menunjukkan komitmennya untuk menangani masalah tersebut.

Di Indonesia, terdapat peraturan tentang kekerasan seperti Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

“Khusus di DKI Jakarta, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Provinsi DKI menunjukkan bahwa anak yang menjadi korban kekerasan perlu mendapatkan perhatian,” kata Andy yang setia bergelut dalam isu anak dalam 10 tahun terakhir.

Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa semua pihak, utamanya pemerintah perlu mengedukasi warga untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan kekerasan terhadap anak. “Hal itu akan mengurangi kekerasan terhadap anak di masa depan,” ungkap Andy yang kini menjabat program manager di ECPAT Indonesia.

Anak jalanan yang sehari-harinya beraktivitas di luar rumah. (sumber: https://commons.wikimedia.org)

Khusus terkait anak jalanan di ibu kota, Andy berpendapat, penyelesaiannya tidak bisa mengandalkan tindakan pemerintah semata. Untuk mengatasinya, pemerintah terlebih dahulu menyelesaikan masalah kemiskinan yang menjadi pemicu utama mengapa anak-anak turun ke jalanan dan menggelandang.

“Jika hal itu berhasil diselesaikan, diyakini jumlah anak jalanan di DKI bakal berkurang. Untuk itu pemerintah daerah harus merangkul keluarga-keluarga yang kurang mampu, serta memberikan edukasi terkait perlindungan hak anak,” ujarnya.

Tak hanya itu, kata Andi, “Pemerintah perlu memfasilitasi keluarga – keluarga tersebut dengan hunian layak agar anak-anak mereka betah di rumah.”

Selain itu, pemerintah daerah bisa menegakkan aturan, melalui pelibatan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Dinas Sosial untuk melakukan penertiban terhadap anak jalanan secara terus menerus.

“Dengan begitu, anak terlantar bisa ditangani secara proporsional oleh para pekerja sosial,” terangnya.

Di DKI Jakarta, jumlah balita dan anak terlantar sebanyak 70 orang pada 2020. Rinciannya, empat balita terlantar dan 66 anak terlantar. (sumber: https://commons.wikimedia.org)

Sementara terkait dengan maraknya fenomena anak terlantar di DKI Jakarta, Pasal 7 ayat (1) UU Fakir Miskin telah menjelaskan secara gamblang hal-hal yang harus dilakukan, yakni; pengembangan potensi diri. “Sebuah upaya untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam diri seseorang,” ungkap mantan koodinator daerah Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak PKPA itu.

Selain itu, perlu memberikan bantuan pangan dan sandang, yakni bantuan untuk meningkatkan kecukupan dan diversifikasi pangan serta kecukupan sandang yang layak.

Penyediaan pelayanan perumahan juga harus diberikan, yakni bantuan untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas perumahan yang layak dan sehat.

“Juga penyediaan pelayanan kesehatan, yakni penyediaan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan dasar fakir miskin,” terangnya.

Hal lainnya, penyediaan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam memperoleh layanan pendidikan yang bebas biaya, bermutu dan tanpa diskriminasi gender.

“Dan jangan lupa memberikan bantuan hukum bagi anak terlantar, termasuk pelayanan sosial,” jelasnya.

Angka putus sekolah di DKI Jakarta meningkat pada tahun ajaran 2019/2020. Dilansir dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta, angka putus sekolah meningkat rata-rata di semua jenjang pendidikan kecuali Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). (sumber: https://transpublik.co.id/)

Adapun penanganan bagi anak yang putus sekolah atau terkait sekolah/ pendidikan, menurut Andy, Pemprov DKI melalui Dinas Pendidikan (Disdik) perlu mencari solusi terbaik agar anak bisa terus sekolah.

“Salah satunya dengan penggratisan biaya pendidikan peserta didik kurang mampu,” katanya. Pasalnya, beban masyarakat semakin berat ditengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ada banyak siswa yang tak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta. Karena itu Disdik DKI perlu memperhatikan nasib peserta didik yang bersekolah negeri ataupun swasta secara komprehensif. “Sebab, pendidikan dasar dan menengah adalah hak yang perlu diperoleh seluruh warga tanpa terkecuali,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana melalui keterangan tertulis mengatakan bahwa pihaknya terus menjaga keberlangsungan peserta didik untuk tetap bersekolah.

“Salah satunya, mediasi dengan jajaran pihak sekolah swasta guna memberikan upaya keringanan terhadap biaya pangkal sekolah yang tergolong mahal,” ungkapnya, Rabu (15/7/2020).

Nahdiana juga menyarankan para orang tua peserta didik agar turut berpartisipasi mendaftarkan anak-anaknya mengikuti program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus ketika memutuskan bersekolah di swasta. Tujuannya, agar biaya pangkal ataupun biaya Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) yang dibebankan sekolah kepada peserta didik dapat ditanggung sebagian oleh Pemprov DKI melalui APBD.

Kementerian Sosial melalui Balai Melati Jakarta menyalurkan bantuan Asistensi Rehabilitasi Sosial (ATENSI) kepada 46 orang Penerima Manfaat (PM) Unit Layanan Rehabilitasi Sosial Anak Penyandang Disabilitas (ULRS APD) pada Jumat (24/9). (sumber: https://kemensos.go.id)

Hal lainnya, terkait permasalahan anak yang dialami oleh penyandang disabilitas, Pemprov DKI Jakarta telah berkomitmen untuk memperhatikan mereka. Ini sejalan dengan perwujudan Jakarta sebagai kota yang ramah disabilitas.

Pada 28 Agustus 2019, Pemprov DKI meluncurkan Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ). Program itu bertujuan mencegah terjadinya kerentanan sosial bagi para penyandang disabilitas di Jakarta, termasuk anak-anak.

Tak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pemenuhan kebutuhan secara inklusif bagi warga penyandang disabilitas melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelaksanaan Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

“Ini bentuk perhatian kami sekalipun sudah ada undang-undang, sudah ada Perda sebelumnya, kami perlu melakukan revisi, penyempurnaan bagi kepentingan penyandang disabilitas,” ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (7/2).

Menurut Ariza, Raperda akan mengatur enam poin substansi, yakni pengaturan perencanaan dan evaluasi pemenuhan hak penyandang disabilitas, pengaturan penyelenggaraan pemenuhan hak penyandang disabilitas, pembentukan Dewan Disabilitas Jakarta, pengaturan pemberian penghargaan dalam rangka pemberian dukungan terlaksananya penghormatan, perlindungan, pemenuhan hak penyandang disabilitas, peran serta masyarakat dan pengaturan sanksi. (end)

 

 

catt: Link data terbuka

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2019

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2019/resource/3e5bc502-e406-4ee2-9ca4-35a370d64f96

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2019/resource/2163c10b-b5f9-46be-81cd-4544d0a91c29

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2018

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2018/resource/0bc31186-d044-430a-9f72-0d91a920ef01

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2018/resource/19aea2b0-02e1-449b-a2e6-51f343c6ec51

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2017

https://data.jakarta.go.id/dataset/data-anak-dengan-permasalahan-tahun-2017/resource/7d9f6e77-abb6-4497-ba2d-01223f740edf

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1i4sSR_GQGMejYGN3h5xk0a5-GDLQf_BWmYjgpqY43p0/edit?usp=sharing

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *