JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM – Aturan penerbangan baru yang menghapus kewajiban tes PCR untuk penerbangan diluar Jawa dan Bali dinilai diskriminatif dan masih memberatkan rakyat. Pasalnya, sebagian besar penerbangan domestik antar wilayah barat dan timur Indonesia melakukan transit di beberapa bandara di Jawa-Bali.
Hal itu disampaikan anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menyusul terbitnya Surat Edaran Menteri Perhubungan No. 93/2021. Menurut Sigit, aturan yang dibuat pemerintah seharusnya memenuhi asas keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.
“Seharusnya dalam membuat aturan pemerintah menegakan asas keadilan. Jangan membuat aturan diskriminatif seperti ini. Penerbangan diluar Jawa dan Bali boleh pakai antigen, tapi penerbangan ke Jawa dan Bali harus pakai PCR. Apa bedanya penerbangan Jawa-Bali dengan diluar Jawa-Bali? Daerah diluar Jawa dan Bali juga kasus covidnya sudah mulai melandai sama seperti di Jawa dan Bali. Jadi, tolong, jangan bersifat diskriminatif. Kasihan rakyat,” Kata Sigit yang juga anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan sejahtera, Sabtu (30/10).
Tak hanya dinilai diskriminatif, SE Menhub No. 93 Tahun 2021 yang merupakan revisi dari SE Menhub No. 88 Tahun 2021 dinilai masih membebani rakyat. Pasalnya, tes PCR masih diwajibkan untuk penerbangan dari dan menuju Jawa-Bali.
“Pemerintah jangan melakukan pembodohan publik. Kita semua tahu kok kalau hampir sebagian besar rute penerbangan dari Indonesia bagian barat ke bagian timur atau sebaliknya tetap harus transit ke bandara-bandara di Jawa dan Bali, khususnya di Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Hanya sedikit sekali yang merupakan penerbangan langsung. Jadi hampir sebagian besar harus melalui penerbangan ke Jawa dan itu mengharuskan PCR. Artinya, pemerintah masih membebani rakyat dengan biaya tes yang sebenanya tidak perlu,” kata Sigit.
Untuk itu, Sigit kembali mendesak pemerintah untuk mencabut aturan wajib tes PCR untuk penerbangan domestik. Sesuai dengan rekomendasi WHO, tes antigen sudah cukup untuk skrining covid 19.
“Saya minta aturan wajib PCR ini dicabut. Jangan terus membebani rakyat dengan biaya tes yang tidak perlu. Lihat negara lain yang sudah tidak lagi mensyaratkan macam-macam untuk mobilitas warganya. Kalau aturannya membebani seperti ini terus, bagaimana ekonomi bisa pulih,” ujar Sigit.
Dalam kesempatan itu, Sigit juga mengkritik pemerintah yang kerap membuat aturan tanpa dasar yang jelas sehingga mengundang protes dari berbagai kalangan.
“Revisi aturan yang dibuat pemerintah apalagi baru diterapkan beberapa hari, bukan menunjukan pemerintah aspiratif. Tapi justru menggambarkan ada permasalahan. Karena revisi dilakukan karena ada protes dari masyakarat. Kalau tidak diprotes, ya aturannya jalan terus,” tegas Sigit.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan aturan terbaru tentang syarat penerbangan terkait keharusan tes RT-PCR.
Aturan terbaru ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menteri Perhubungan Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan revisi dari SE Menhub No. 88 Tahin 2021 dan berlaku efektif mulai 28 Oktober 2021. Aturan baru ini hanya menghapus kewajiban PCR untuk penerbangan diluar Jawa dan Bali. Sementara syarat penerbangan di dalam Jawa-Bali serta dari dan ke Jawa-Bali tetap enunjukkan keterangan negatif RT-PCR (sampel maksimal 3×24 jam), sebelum keberangkatan. (jay)