Myanmar perlu lebih banyak reformasi kebijakan sebelum masuk MEA

ASEAN Bisnis Asean Indeks MEA Myanmar News Pasar Bebas ASEAN
the ASEAN Economics community. Foto : house.com.mm

Bisnisasean.com, Yangoon, – Myanmar masih perlu melakukan lebih banyak lagi perubahan sebelum siap bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), termasuk perbaikan di bidang transportasi, infrastruktur, pasokan listrik, dan terutama reformasi kebijakan ekonomi, ujar para pakar ekonomi setempat yang tergabung dalam lembaga think thank lokal Parami Rountable Group (Myanmar News, 9/12).

Myanmar, Laos, dan Kamboja, telah diberikan kelonggaran hingga tahun 2018 untuk melakukan berbagai persiapan dan reformasi kebijakan ekonomi tambahan untuk mengejar ketertinggalannya, dan untuk mencapai standardisasi kebijakan ekonomi yang sama dengan negara-negara Asean lain.

“Myanmar belum siap bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Asean, tetapi harus tetap turut memasukinya karena telah menandatangainya sebagai negara anggota Asean,” ujar Daw Khin Ohn Thant, salah satu ekonom Parami Rountable Group,” di masa lalu, Myanmar sering ditegur oleh anggota Asean lain karena gagal mengikuti peraturan Asean. Untuk menghindari hal itu terulang, persiapan harus dimulai dari sekarang,” ujarnya.

Volume perdagangan luar negeri Myanmar masih sangat kecil dibanding negara-negara Asean lain. Nilai perdagangan  bilateral Myanmar pada 2013 mencapai 23 miliar $ US, sementara Singapura 785 miliar $ US, Thailand 478 miliar $ US, Malaysia 434 miliar $ US, Indonesia 369 miliar $ US, Vietnam 264 miliar $ US, dan Filipina 119 miliar $ US.

Untuk meningkatkan volume perdagangan luar negeri, Myanmar telah memperkenalkan pemotongan pajak perdagangan sejak 2013. Namun kebijakan ini belum menghasilkan dampak yang luas, volume perdagangan 2014 – 2015 hanya mencapai peningkatan sedikit saja, sekitar 29 miliar $ US. 

Sampai bulan Nopember tahun ini, volume perdagangan luar negeri baru mencapai 17 miliar $ US. Lama dikenai sanksi ekonomi oleh dunia internasional terkait situasi sosial politik dan hak asasi manusia yang buruk, biaya logistik yang tinggi, dan infrastruktur yang buruk, telah membuat perdagangan luar negeri tidak tumbuh signifikan di Myanmar.

“Tidak ada pertumbuhan volume perdagangan yang signifikan dari kebijakan pengurangan pajak perdagangan. Hal ini karena tidak didukung dengan kebijakan ekonomi lain yang lebih baik, dan beberapa orang tahu bagaimana mengambil keuntungan dari kebijakan keringanan pajak ini,” ujar Daw Tin Tin Htwe, “sesungguhnya Myanmar mempunyai banyak potensi bisnis bagus, tetapi orang tidak tahu bagaimana mengembangkannya.”

Ekonomi Myanmar akan tumbuh pesat jika bergabung dan mau mengikuti peraturan Masyarakat Ekonomi Asean yang akan segera berlaku, ujarnya.

“Beberapa bisnis lokal mungkin akan menghadapi kerugian atau bahkan tutup ketika pasar tunggal diberlakukan. Tetapi negara kita akan tumbuh jika kita memiliki kebijakan yang lebih baik, dan dipersiapkan dengan baik,” kata U Tin Cho, ketua Parami Rountable.

Diantara negara-negara ASEAN, Myanmar menempati urutan ketujuh dalam daftar penerimaan invesatasi asing yang masuk selama 2013, yakni senilai 2,6 miliar $ US. Sementara Singapura 56 miliar $ US, Indonesia memperoleh 18 miliar $ US, Thailand dan Malaysia memperoleh masing-masing 12 miliar $ US.

Myanmar Times/Why

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *