JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM- Sejumlah spesies hiu
berjalan (walking shark) di Indonesia diperkirakan masih akan mengalami proses
evolusi. Hal ini berdasarkan hasil
penelitian terbaru yang dirilis hari ini di jurnal Marine and Freshwater
Research.
Penelitian ini dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation
(CSIRO), University of Queensland, University of Florida, dan Conservation
International.
Studi ini memperkirakan bahwa sejumlah spesies hiu berjalan yang
dijumpai di bagian barat dari Pulau Nugini diantaranya adalah hiu berjalan Raja Ampat dan
Halmahera masih dalam proses diferensiasi. Namun demikian masih belum dapat
diketahui kapan tepatnya spesies-spesies tersebut akan berevolusi mengingat
evolusi sendiri merupakan proses yang cukup lama.
“Enam dari spesies hiu berjalan di dunia dapat dijumpai di
Indonesia, dengan kata lain Indonesia adalah rumah bagi hiu berjalan. Mengingat
spesies-spesies tersebut merupakan endemik maka Pemerintah Indonesia harus
bangga, dan perlu memastikan bahwa jenis hiu unik ini serta habitatnya
dilindungi,” ujar Fahmi, salah satu penulis penelitian dan peneliti senior di
LIPI melalui keterangan tertulisnya yang diterima Mediajakarta.com.
“Penelitian ini lagi-lagi menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman
hayati laut kita sangat tinggi. Temuan ini menjadi tahap awal yang baik bagi
peneliti, pemerintah, dan LSM di Indonesia untuk dapat lebih memahami mengenai
spesies unik ini,” kata Andi Rusandi, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati
Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Temuan lainnya dari penelitian ini adalah hiu berjalan merupakan
spesies hiu yang terakhir berevolusi. Mereka diperkirakan berevolusi sekitar 9
juta tahun yang lalu. Hal ini menjadikan mereka sebagai spesies hiu yang paling
muda karena sebagian besar spesies hiu terakhir berevolusi sekitar 200 juta
tahun yang lalu.
“Melalui pendekatan filogeni molekuler, kami dapat
memperkirakan kapan mereka berevolusi serta menyelidiki proses yang mengarah
pada spesiasi – proses terbentuknya spesies baru. Kami menemukan bahwa
perubahan permukaan laut, formasi terumbu karang baru, dan daratan memainkan
peran,” jelas Dr. Christine Dudgeon, penulis utama dan peneliti dari University
of Queensland.
“Genus hiu berjalan merepresentasikan proses radiasi
terkini dari jenis-jenis hiu lainnya dan diperkirakan bahwa proses diferensiasi
masih berlangsung di wilayah Barat dari Pulau Nugini. Hiu berjalan memberikan kita
kesempatan langka untuk melihat bagaimana proses evolusi pada spesies hiu yang
telah ada sebelum dinosaurus muncul,” tambah Gavin Naylor, salah satu penulis
dan Direktur Program Florida untuk Penelitian Hiu di Florida Museum of Natural
History.
Spesies hiu berjalan di Indonesia pertama kali dideskripsikan
pada tahun 1824 dari Kepulauan Raja Ampat (H. freycinetti), namun pada tahun
2008 dua spesies hiu berjalan dideskripsikan dari Kaimana (H. henryi)
dan Teluk Cenderawasih (H. galei).
Pada tahun 2013, dideskripsikan juga
spesies hiu berjalan dari Halmahera (H. halmahera). Berbeda dari hiu
pada umumnya, mereka dapat ‘berjalan’ dengan menggunakan sirip mereka. Hal ini
yang menjadi daya tarik bagi peneliti untuk memahami spesies ini lebih dalam.
Namun, dikarenakan habitatnya yang terbatas dan terisolasi mereka sangat rentan
terhadap ancaman seperti penangkapan berlebih.
“Perlu diingat bahwa ancaman ini tidak hanya datang dari
kegiatan di pesisir saja. Tapi juga dari daratan seperti sampah plastik, limbah
dari pabrik, dan pembangunan yang tidak terkendali dan terencana. Hal-hal
tersebut akan merusak terumbu karang yang merupakan habitat penting dimana hiu
berjalan menghabiskan seluruh hidupnya,” ujar Victor Nikijuluw, Senior Director
Marine Program Conservation International.
Ia menyarankan
untuk segera dilakukan upaya konservasi yang terintegrasi antara darat dan laut
untuk memastikan keberlangsungan hidup dari spesies endemik ini.
Adanya temuan baru ini diharapkan dapat membuat lebih banyak
spesies hiu berjalan masuk di dalam International Union for Conservation of
Nature Red List. Dari sembilan spesies, tiga (H. galei, H. henryi, dan H.
Halmahera) diantaranya tidak memiliki data yang mencukupi (data
deficient) untuk penetapan status keterancaman punah, dan ketiga spesies
itu adalah spesies hiu berjalan dari Indonesia.
Selama hampir 4 dekade, Indonesia merupakan negara penangkap
hiu dan pari terbesar di dunia. Upaya ini utamanya didorong oleh permintaan
akan produk turunan dari hiu (sirip) dan pari yang tinggi dari negara-negara
Asia, khususnya Cina. Tekanan perikanan yang berlangsung sejak lama ini telah
mendorong sejumlah spesies hiu dan pari di Indonesia ke ambang kepunahan,
setidaknya kepunahan lokal.
Hingga saat ini hanya 1 spesies hiu yang dilindungi secara
penuh di Indonesia (KEPMEN-KP No.18 Tahun 2013), yaitu hiu paus.
Dalam 5 tahun
kebelakang, telah muncul kesadaran bahwa sejumlah jenis hiu dan pari lebih
berharga hidup-hidup sebagai aset pariwisata daripada mati dan dijual sebagai
produk perikanan. Ini ditunjukkan oleh upaya perlindungan pada jenis-jenis hiu
dan pari yang memiliki nilai tinggi dari sisi pariwisata seperti hiu paus dan
pari manta.
Selain itu, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki pariwisata
bahari yang maju seperti Raja Ampat dan Manggarai Baratjuga berkomitmen dalam
menjadikan kawasan lautnya sebagai suaka hiu dan pari, mempertimbangkan
tingginya minat wisatawan untuk menyelam dengan hiu dan pari.
Untuk memastikan keberlanjutan hidup populasi hiu dan pari
di Indonesia, KKP telah membuat Rencana Aksi Nasional Konservasi Hiu dan Pari
2016-2020. Dokumen ini merupakan pedoman untuk terciptanya upaya pengelolaan hiu
dan pari di Indonesia yang kolaboratif dan komprehensif. (Marwan Azis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar