JAKARTA, MEDIAJAKARTA.COM- Bonus demografi di Indonesia
diperkirakan terjadi pada 2020-2030, dengan 70 persen dari populasi penduduk
berusia produktif.
Bonus demografi pada suatu bangsa hanya terjadi satu kali
dalam sejarah peradaban bangsa itu. Sehingga bonus demografi tanpa disertai
sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif, justru dapat mengancam
ketahanan bangsa Indonesia.
Pada pidato Presiden Joko Widodo di depan Sidang MPR RI pada
November 2019, pembangunan kualitas SDM merupakan salah satu pokok/arahan
prioritas untuk Indonesia di lima tahun ke depan.
Namun demikian, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS)
tentang analisis situasi dan capaian pembangunan pemuda, Indonesia memiliki
berbagai problematika di antaranya menyangkut pendidikan, tingkat pengangguran
pemuda, kesehatan pemuda, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan sebagainya.
Setelah pada Agustus 2019 lalu Merial Institute memilih untuk
mengangkat diksi yang pesimis yaitu “bencana demografi” terkait RPJMN agar
pemerintah lebih serius dalam menjawab tantangan bonus demografi, dan golongan
muda turut serta berkesadaran dan ambil peran untuk merumuskan isu-isu
strategis pembangunan pemuda. Merial
Institute kemarin menggelar FGD bertajuk “Outlook Pembangunan Pemuda Jelang
Puncak Bonus Demografi”.
Melibatkan pemuda dari berbagai unsur seperti pelajar,
mahasiswa, OKP, organisasi berbasis rumah ibadah, LSM, peneliti muda,
pemerintah dan lain sebagainya dalam forum dialog di Gedung Teater Kementerian
Pemuda dan Olahraga RI. Kegiatan ini menghasilkan komitmen bersama dan terukur
antar unsur sehingga dapat menjawab tantangan demografi.
FGD ini dimulai dengan paparan pemantik guna membangun
commond ground dan kerangka pikir pembahasan. Secara bergantian, narasumber
yang hadir memaparkan refleksi 2019, isu- isu strategis terkait kepemudaan
serta mengungkapkan ancaman dan tantangan dari perspektif masing-masing
kementerian.
Di awal sesi, Amich Alhumami (Direktur Pendidikan dan Agama –
Bappenas) mengurai gambaran perencanaan kepemudaan secara global. Mejawab
tantangan bonus demografi dari sisi mental, kemudian Nyoman Shuida (Deputi
Koordinasi Bid. Kebudayaan Kemenko PMK RI) mengungkap bahwa gerakan revolusi
mental adalah gerakan merubah mindset. Perspektif revolusi mental harus dibangun
bersama seluruh kalangan.
Sementara Syamsul Qomar (Staf Khusus Menpora RI) sebagai
utusan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga menguraikan perencanaan taktis, ia
menawarkan program-program kongkrit untuk menjawab tantangan bonus demografi,
seperti beasiswa aktivis, technopreneur, napak tilas sejarah, dan lain-lain.
Arief Rosyid Hasan sebagai stake holder pemuda mengungkap temuan di
lapangan bahwa setelah terpublikasi Indeks Pembangunan Pemuda (IPP), rupanya
masih banyak generasi muda diberbagai organisasi yang belum mengetahui terkait
capaian IPP tersebut. “Kita sebagai anak muda, tidak boleh terpecah fokusnya.
Tugas kepeloporan, tanggung jawab sosial, kita ingin melihat segala hal itu
secara komprehensif. Persoalan anak muda masih sangat banyak. Butuh
tangan-tangan kita semua.”
Arief Rosyid menutup sesi pemaparan dengan optimisme
kolaborasi pemuda, “Tuntutan anak muda itu adalah era kolaborasi bukan lagi
persaingan dan seterusnya. Harusnya bukan hanya anak muda. Tapi antar
kementerian juga harus merasakan semangat yang sama.”
Di akhir sesi diskusi Merial Institute mengajak pemuda untuk
terlibat secara aktif untuk mengawal berbagai agenda kebijakan yang ada dan
memetakan rekomendasi dari seluruh unsur pemuda yang hadir sebagai ikhtiar
untuk Indonesia dalam rangka menyongsong puncak bonus demografi.
Sebelum menutup diskusi, Direktur Program Merial Institute
Fajar Iman mengatakan, “Intervensi kebijakan adalah langkah yang strategis dan
efeknya akan berdampak secara luas. Dengan demikian Merial Institute tetap
fokus dan konsisten dalam mengawal isu bonus demografi terlebih sudah ada
Peraturan Presiden (Perpres) 66/2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor
Pelayanan Kepemudaan. Ini adalah landasan untuk kita pemuda terlibat secara
aktif dalam pembangunan negara, menjadi subyek pembangunan dan bukan sekedar
obyek pembangunan semata.”
“Pemerintah melalui Kemenpora harus konsekuen menjalankan
Perpres tersebut, dengan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga dalam
melayani pemuda sebagai aset masa depan bangsa kita mampu mencegah bencana
demografi, tandasnya (Wan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar