“Pengikut tetaplah menjadi
pengikut,” Ya mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan
pengusung pasangan kotak-kotak dalam pemilihan umum daerah kepala
daerah (Pilkada) disejumlah provinsi.
Setidaknya sudah 2 pilkada yang dalam kampanyenya menggunakan kotak-2
yang merupakan khas Jokowi-Ahok ketika maju dalam pilkada DKI Jakarta
dan berhasil menang, mengalahkan lawan terberatnya Foke. Sejumlah
kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur yang dijagokan PD-P maupun Gerinda
mencoba mereplikasi apa yang terjadi di DKI secara simbolik dengan cara
menggunakan konten kotak-kotak dalam kampanye mereka.Mulai dari pasangan Andi Rudiyanto Asapa- A Nawir Pasinringi (Garuda’Na) dalam pilkada Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Rieke-Teten (Jabar) yang juga mengusung kampanye kotak-kotak, berharap bisa meraih sukses seperti yang dialami Jokowi-Ahok.
Tapi fakta politik berkata lain. Kotak-kotak ternyata tak laku dijual di luar DKI. Kini pasangan yang dijagokan PDI-Perjuangan yang maju dalam pilkada Sumatera Utara, Efendi Simbolon-Djumiran Abdi (Esja) juga kalah dari pasangan yang diusung oleh Partai Keadilan Sejahtera dan beberapa partai politik pendukung lainnya, Gatot Pujo Nugroho-Tengku Erry Nuradi (Ganteng), dipastikan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatra Utara periode 2013-2018, setelah menang satu putaran dengan meraih suara terbanyak sebanyak 32% lebih mengacu pada hasil hitung cepat LSI Denny JA.
Menurut saya, harusnya mereka punya konsep kampanye sendiri digali dari problem lokal masing-2 daerah, karena tiap daerah memiliki kekhasan dan problem yg belum tentu sama dgn DKI. Pemilih kini makin cerdas dlm memilih, jdi kandidat pun harus semakin kreatif dalam menawarkan solusi. (Marwan Azis).